Kampung
Larangan Gunung Kendeng
Pagi hari
ini ini aku beserta anak-anak melihat pemandangan gunung, di kanan kiri
perjalanan saat menuju ke Kota Majenang.
Saat melewati gunung di kota lumbir, Ingatanku tiba-tiba merasa Dejavu,
kembali ke masa di mana aku melewati masa remajaku di sebuah Madrasah aliah
Negeri di Majenang. Apalagi saat
perjalanan memasuki Kota Majenang. Di
sebelah kanan setelah hutan pinus,
ratusan makam berjajar rapi,
kutatap sebuah pohon besar di tepi jalan di samping pemakaman. Disanalah
aku dahulu mengantarkan temanku yang bernama Hanan menuju peristirahatannya
yang terakhir. Saat itu aku pradani atau ketua Pramuka putri di Gugus Depan
sekolahku dan Hanan, Pradana atau ketua Gugus Depan sekolahku untuk yang laki
laki. Sosok tampan dan pemberani yang di idolakan oleh kamu hawa saat itu.
Saat itu
sekolahku mengadakan program napak tilas,
untuk mengulang kembali jejak ulama yang kala itu, tengah menyebarkan agama Islam di daerah tersebut
namanya Mbah sufyan tsauri. nama sufyan tsauri itu juga menjadi nama Gugus
Depan sekolah kala itu. Area yang
dilalui untuk napak tilas itu lumayan jauh, ada 3 hari 2 malam jam yang kami
lalui di alam terbuka melewati Dataran rendah, gunung, hutan pinus dan berakhir
di sekolah kami.
Berangkat
dari sekolah saat pagi hari, menuju Sepatnunggal, daerah pegunungan yang
terdiri dari perbukitan kecil (dengan kemiringan landai sampai terjal) yang
membujur dari Utara ke Selatan, lereng dari pegunungan Kendeng. Tanahnya subur.
Ada Bukit
yang sangat indah yang bentuknya menyerupai punden berundak, letaknya persis di
tengah-tengah desa, bentuknya seperti punggung kuda, diapit dua Sungai. Tampak
dari kejauhan, terlihat atas Puncak Gunung Padang (sebagian menyebut
"Gunung Cendana") kadang berkabut dan ditutupi awan dan tampak bawah
daerah aliran sungai Cijalu yang lebar meliuk-liuk dari Utara ke Selatan.Dataran
rendah ini dikenal sebagai lokasi yang dilindungi oleh makhluk gaib / Jin
dengan pusatnya di "Kampung Larangan".
Hanan sang
Pradana, telah mengambil semua tanggung jawab, yang seharusnya aku pikul juga,
saat diingatkan oleh penduduk (sebut saja emas ganteng) kampung Larangan untuk
tidak meneruskan acara napak tilas, seolah tak ditanggapi. Menurut mereka belum
lama ini, ada rombongan anak pramuka yang meninggal dunia akibat tertimpa pohon
di puncak.
Namun
rupanya omongan emas ganteng itu, tak terlalu digubris oleh Hanan dan
teman-temannya.
Waktu sudah
menunjukkan pukul 10.00 WIB. Hanan dan teman-temannya sempat risau, membatalkan
pendakian atau menunggu pendaki lain seperti yang disarankan bapak pemilik
warung.
Setelah
berdiskusi lagi dengan teman-temannya, Hanan lalu memutuskan tetap melanjutkan
tanpa harus menunggu pendaki lain.
Singkat
cerita mereka sudah masuk hutan. Mereka baru tiba di pos empat sekitar pukul
17.00 WIB.
Kelimanya
lalu beristirahat. Namun bagi Hanan ada yang terasa berbeda. Baru saja dia
rebahan di dalam tenda, tiba-tiba alam bawah sadarnya seperti ada yang menarik.
Lalu dia merasakan berada di alam gaib.
Tak lama lalu,
di alam gaib itu Hanan didatangi seorang nenek-nenek. Penampilannya sudah tua.
Nenek tua itu mengenakan baju kebaya zaman dahulu lengkap dengan ikat
kepalanya. Saat Hanan melihat raut mukanya, nenek tua itu seperti kesal dan
marah. Namun Hanan sendiri belum paham mengapa nenek itu marah. Tiba-tiba si
nenek itu bicara kepada Hanan menggunakan bahasa Sanskerta. Anehnya, Hanan
seperti mengerti apa yang diucapkan nenek-nenek itu. Namun Hanan tetap
menggunakan bahasa Indonesia.
Hanan
menceritakan, nenek-nenek itu merasa kesal dan marah, karena di antara
teman-teman Hanan ada yang kecing dan buang air besar sembarangan. Hanan
sedikit kaget, karena dia tidak mengetahui teman-temannya melakukan itu.
Awalnya Hanan tak percaya, karena selama perjalanan, dia tidak tahu ada temannya
yang melakukan seperti yang disangkakan nenek-nenek itu.
Masih di
alam bawah sadar, Hanan lalu diajak nenek-nenek tadi untuk melihat lokasi yang
dikencingin temannya. Menurut Hanan, lokasi itu seperti pasar tradisional.
Nenek-nenek
itu lalu menunjuk salah satu penjual yang dagangannya basah akibat dikencingin
oleh teman Hanan. Hanan pun lalu meminta maaf kepada nenek-nenek itu, karena
merasa tidak tahu. Meski sudah meminta maaf, nenek-nenek itu sepertinya belum
bisa memaafkan ucapan Hanan. dia terlihat masih kesal. Hanan pun lagi-lagi
meminta maaf, karena dia merasa hanya minta maaf yang bisa dilakukannya. Saat
obrolan tersebut, tiba-tiba datang seorang pria paruh baya bersurban.
Kehadiran
pria itu rupanya untuk membela Hanan. Dalam perdebatannya, pria itu menjelaskan
bahwa Hanan dalam posisi tidak tahu. Menurut pria itu, Hanan harus segera
pulang, karena memiliki keluarga. Namun nenek-nenek itu tetap pada
pendiriannya, bahwa Hanan tidak boleh kembali dan harus tetap di sini menjadi
pelayannya.
Singkat cerita,
nenek-nenek itu akhirnya mengalah kepada pria yang membela Hanan. dia seperti
segan dan menaruh hormat kepada pria itu. Oleh pria itu, Hanan akhirnya
diperbolehkan pulang. Baru saja hendak melangkah pulang, nenek-nenek itu
mengingatkan Hanan agar tidak kembali ke tempat ini. Jika kembali, maka Hanan
tak akan bisa pergi lagi. Perkataan itu diingat betul oleh Hanan.
Setelah
menyanggupi perkataan nenek-nenek itu, Hanan akhirnya melangkah menuju sebuah
pohon. Saat tiba di pohon itu, Hanan tiba-tiba sadar. Sementara dari tadi
teman-temannya sedang menyaksikan Hanan yang dari tadi tidak sadar juga. Lalu
Hanan bertanya berapa lama dirinya tidak sadar. Menurut salah satu temannya,
dia tidak sadar hampir 4 jam lamanya. Anehnya, Hanan merasa dia berada di alam gaib
itu serasa 4 hari. Padahal kenyataannya Hanan sedang di lereng gunung, yang
cuacanya sudah pasti dingin.
Tak mau ada
masalah berikutnya, Hanan lalu mengajak teman-temannya berdzikir bersama
sebisanya.
Malam itu,
Hanan memutuskan begadang. dia baru bisa tidur sekitar pukul 02.00 WIB. Pukul 07.00
WIB, mereka lalu bangun mempersiapkan barang-barang untuk melanjutkan ke pos
selanjutnya.
Dalam
perjalanan menuju pos selanjutnya, Hanan sempat dikagetkan sosok perempuan yang
terus memandanginya di bawah pohon. Namun Hanan tidak menghiraukannya. dia tahu
bahwa sosok itu adalah penunggu di lokasi itu. Beruntung, sosok kuntilanak itu
juga tak mengganggu Hanan dan teman-temannya yang sedang melintas.
Perjalanan
terus dilanjutkan. Mereka akhirnya tiba dekat hutan pinus dan lalu mendirikan
tenda, karena hari mulai gelap.
Waktu
menunjukkan sekitar pukul 19.00 WIB. Hanan mulai merasakan ada yang aneh.
Tiba-tiba ada angin berhembus kencang mengenai tenda. Beruntung hal itu tak
berlangsung lama. Teman-teman Hanan terlihat sudah mulai terlelap. Hanya yang
masih terjaga.
Melihat jam
tangan menunjukkan sekitar pukul 21.00 WIB. dia berniat hendak beristirahat,
karena sudah ngantuk. Dalam kondisi setengah sadar, Hanan dikagetkan sosok
tinggi besar menyerupai genderuwo. Di mulutnya terdapat taring. Tinggi besar
berdiri di depan
Hanan lalu
bicara dengan nada pelan, meminta agar makhluk itu segera pergi. Tak lama lalu,
makhluk itu menghilang dari hadapan Hanan. Hanan pun lalu tertidur. Namun saat
waktu menunjukkan pukul 03.00 WIB, Hanan terbangun karena mendengar suara aneh.
Suara itu menyerupai benda-benda yang dibenturkan.
dia lalu
memutuskan mendatangi sumber suara. Namun tiba-tiba teman-temannya terbangun,
dan melarang Hanan mendatangi sumber suara itu. Hanan pun membatalkan niatnya.
Hari
ketiga. Saat itu waktu menunjukkan pukul 08.00 WIB. Cuaca terlihat cerah. Hanan
dan teman-temannya bergegas membereskan tenda. Mereka lalu bertemu dengan
pendaki lain. “Saya senang sekali, saat lihat kalian, jika ada pendaki lain.
Hati agak tenang,” ucap Hanan.
Mereka pun lalu
tiba di puncak. Di sela-sela pertemuan dengan pendaki lain, Hanan sempat
bertanya apakah mereka mendirikan tenda di sekitar hutan pinus? Mereka mengaku
mendirikan tenda di dekat hutan pinus. Lalu Hanan juga menceritakan peristiwa
yang menimpanya di hutan pinus. Selama perjalanan turun ke bawah, Hanan dan
teman-temannya menyempatkan beristirahat di sekitar kuburan kuda. Lalu Hanan
menyempatkan duduk sambil bersender ke pohon. Tiba-tiba Hanan kembali ke dalam
alam bawah sadarnya. Dalam kondisi itu, Hanan melihat seorang wanita muda bersama
seorang emas ganteng tengah mengobrol. Hanan yang dalam posisi keduanya, hanya
bisa terdiam dan menyaksikan percakapan
keduanya. Hanya beberapa detik, Hanan lalu tersadar.
Lagi-lagi,
begitu sadar, Hanan menyaksikan teman-temannya sedang mengelilingi dirinya.
Menurut temannya, dia tak sadar selama 4 jam. Mirip seperti melamun, pandangan
kosong. Namun saat itu tak ada yang berani mengganggu Hanan.
Hanan
memutuskan tak langsung menceritakan apa yang dialaminya itu. Semua yang dia
alami itu baru diceritakan saat tiba di rumah.
Yang paling
diingat dirinya, hanya ucapan nenek-nenek yang melarang dirinya kembali ke
Kampung Larangan Gunung Kendeng. seperti perjanjian, sejak kejadian itu hingga
kini dia tak pernah kembali. Hingga tepat seratus hari sejak pulang acara napak
tilas, Aku syok saat mendapat kabar, Hanan sakit dan meninggal dini hari tadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar