Minggu, 23 Oktober 2022

Kampung Larangan Gunung Kendeng

 

Kampung Larangan Gunung Kendeng

 

Pagi hari ini ini aku beserta anak-anak melihat pemandangan gunung, di kanan kiri perjalanan saat menuju ke Kota Majenang.  Saat melewati gunung di kota lumbir, Ingatanku tiba-tiba merasa Dejavu, kembali ke masa di mana aku melewati masa remajaku di sebuah Madrasah aliah Negeri di Majenang.  Apalagi saat perjalanan memasuki Kota Majenang.  Di sebelah kanan setelah hutan pinus,  ratusan makam berjajar rapi,  kutatap sebuah pohon besar di tepi jalan di samping pemakaman. Disanalah aku dahulu mengantarkan temanku yang bernama Hanan menuju peristirahatannya yang terakhir. Saat itu aku pradani atau ketua Pramuka putri di Gugus Depan sekolahku dan Hanan, Pradana atau ketua Gugus Depan sekolahku untuk yang laki laki. Sosok tampan dan pemberani yang di idolakan oleh kamu hawa saat itu.

 

Saat itu sekolahku mengadakan program napak tilas,  untuk mengulang kembali jejak ulama yang kala itu, tengah  menyebarkan agama Islam di daerah tersebut namanya Mbah sufyan tsauri. nama sufyan tsauri itu juga menjadi nama Gugus Depan sekolah  kala itu. Area yang dilalui untuk napak tilas itu lumayan jauh, ada 3 hari 2 malam jam yang kami lalui di alam terbuka melewati Dataran rendah, gunung, hutan pinus dan berakhir di sekolah kami.

 

Berangkat dari sekolah saat pagi hari, menuju Sepatnunggal, daerah pegunungan yang terdiri dari perbukitan kecil (dengan kemiringan landai sampai terjal) yang membujur dari Utara ke Selatan, lereng dari pegunungan Kendeng. Tanahnya subur.

Ada Bukit yang sangat indah yang bentuknya menyerupai punden berundak, letaknya persis di tengah-tengah desa, bentuknya seperti punggung kuda, diapit dua Sungai. Tampak dari kejauhan, terlihat atas Puncak Gunung Padang (sebagian menyebut "Gunung Cendana") kadang berkabut dan ditutupi awan dan tampak bawah daerah aliran sungai Cijalu yang lebar meliuk-liuk dari Utara ke Selatan.Dataran rendah ini dikenal sebagai lokasi yang dilindungi oleh makhluk gaib / Jin dengan pusatnya di "Kampung Larangan".

Hanan sang Pradana, telah mengambil semua tanggung jawab, yang seharusnya aku pikul juga, saat diingatkan oleh penduduk (sebut saja emas ganteng) kampung Larangan untuk tidak meneruskan acara napak tilas, seolah tak ditanggapi. Menurut mereka belum lama ini, ada rombongan anak pramuka yang meninggal dunia akibat tertimpa pohon di puncak.

Namun rupanya omongan emas ganteng itu, tak terlalu digubris oleh Hanan dan teman-temannya.

Waktu sudah menunjukkan pukul 10.00 WIB. Hanan dan teman-temannya sempat risau, membatalkan pendakian atau menunggu pendaki lain seperti yang disarankan bapak pemilik warung.

Setelah berdiskusi lagi dengan teman-temannya, Hanan lalu memutuskan tetap melanjutkan tanpa harus menunggu pendaki lain.

Singkat cerita mereka sudah masuk hutan. Mereka baru tiba di pos empat sekitar pukul 17.00 WIB.

Kelimanya lalu beristirahat. Namun bagi Hanan ada yang terasa berbeda. Baru saja dia rebahan di dalam tenda, tiba-tiba alam bawah sadarnya seperti ada yang menarik. Lalu dia merasakan berada di alam gaib.

Tak lama lalu, di alam gaib itu Hanan didatangi seorang nenek-nenek. Penampilannya sudah tua. Nenek tua itu mengenakan baju kebaya zaman dahulu lengkap dengan ikat kepalanya. Saat Hanan melihat raut mukanya, nenek tua itu seperti kesal dan marah. Namun Hanan sendiri belum paham mengapa nenek itu marah. Tiba-tiba si nenek itu bicara kepada Hanan menggunakan bahasa Sanskerta. Anehnya, Hanan seperti mengerti apa yang diucapkan nenek-nenek itu. Namun Hanan tetap menggunakan bahasa Indonesia.

Hanan menceritakan, nenek-nenek itu merasa kesal dan marah, karena di antara teman-teman Hanan ada yang kecing dan buang air besar sembarangan. Hanan sedikit kaget, karena dia tidak mengetahui teman-temannya melakukan itu. Awalnya Hanan tak percaya, karena selama perjalanan, dia tidak tahu ada temannya yang melakukan seperti yang disangkakan nenek-nenek itu.

Masih di alam bawah sadar, Hanan lalu diajak nenek-nenek tadi untuk melihat lokasi yang dikencingin temannya. Menurut Hanan, lokasi itu seperti pasar tradisional.

Nenek-nenek itu lalu menunjuk salah satu penjual yang dagangannya basah akibat dikencingin oleh teman Hanan. Hanan pun lalu meminta maaf kepada nenek-nenek itu, karena merasa tidak tahu. Meski sudah meminta maaf, nenek-nenek itu sepertinya belum bisa memaafkan ucapan Hanan. dia terlihat masih kesal. Hanan pun lagi-lagi meminta maaf, karena dia merasa hanya minta maaf yang bisa dilakukannya. Saat obrolan tersebut, tiba-tiba datang seorang pria paruh baya bersurban.

Kehadiran pria itu rupanya untuk membela Hanan. Dalam perdebatannya, pria itu menjelaskan bahwa Hanan dalam posisi tidak tahu. Menurut pria itu, Hanan harus segera pulang, karena memiliki keluarga. Namun nenek-nenek itu tetap pada pendiriannya, bahwa Hanan tidak boleh kembali dan harus tetap di sini menjadi pelayannya.

Singkat cerita, nenek-nenek itu akhirnya mengalah kepada pria yang membela Hanan. dia seperti segan dan menaruh hormat kepada pria itu. Oleh pria itu, Hanan akhirnya diperbolehkan pulang. Baru saja hendak melangkah pulang, nenek-nenek itu mengingatkan Hanan agar tidak kembali ke tempat ini. Jika kembali, maka Hanan tak akan bisa pergi lagi. Perkataan itu diingat betul oleh Hanan.

Setelah menyanggupi perkataan nenek-nenek itu, Hanan akhirnya melangkah menuju sebuah pohon. Saat tiba di pohon itu, Hanan tiba-tiba sadar. Sementara dari tadi teman-temannya sedang menyaksikan Hanan yang dari tadi tidak sadar juga. Lalu Hanan bertanya berapa lama dirinya tidak sadar. Menurut salah satu temannya, dia tidak sadar hampir 4 jam lamanya. Anehnya, Hanan merasa dia berada di alam gaib itu serasa 4 hari. Padahal kenyataannya Hanan sedang di lereng gunung, yang cuacanya sudah pasti dingin.

Tak mau ada masalah berikutnya, Hanan lalu mengajak teman-temannya berdzikir bersama sebisanya.

Malam itu, Hanan memutuskan begadang. dia baru bisa tidur sekitar pukul 02.00 WIB. Pukul 07.00 WIB, mereka lalu bangun mempersiapkan barang-barang untuk melanjutkan ke pos selanjutnya.

Dalam perjalanan menuju pos selanjutnya, Hanan sempat dikagetkan sosok perempuan yang terus memandanginya di bawah pohon. Namun Hanan tidak menghiraukannya. dia tahu bahwa sosok itu adalah penunggu di lokasi itu. Beruntung, sosok kuntilanak itu juga tak mengganggu Hanan dan teman-temannya yang sedang melintas.

Perjalanan terus dilanjutkan. Mereka akhirnya tiba dekat hutan pinus dan lalu mendirikan tenda, karena hari mulai gelap.

Waktu menunjukkan sekitar pukul 19.00 WIB. Hanan mulai merasakan ada yang aneh. Tiba-tiba ada angin berhembus kencang mengenai tenda. Beruntung hal itu tak berlangsung lama. Teman-teman Hanan terlihat sudah mulai terlelap. Hanya yang masih terjaga.

Melihat jam tangan menunjukkan sekitar pukul 21.00 WIB. dia berniat hendak beristirahat, karena sudah ngantuk. Dalam kondisi setengah sadar, Hanan dikagetkan sosok tinggi besar menyerupai genderuwo. Di mulutnya terdapat taring. Tinggi besar berdiri di depan

Hanan lalu bicara dengan nada pelan, meminta agar makhluk itu segera pergi. Tak lama lalu, makhluk itu menghilang dari hadapan Hanan. Hanan pun lalu tertidur. Namun saat waktu menunjukkan pukul 03.00 WIB, Hanan terbangun karena mendengar suara aneh. Suara itu menyerupai benda-benda yang dibenturkan.

dia lalu memutuskan mendatangi sumber suara. Namun tiba-tiba teman-temannya terbangun, dan melarang Hanan mendatangi sumber suara itu. Hanan pun membatalkan niatnya.

Hari ketiga. Saat itu waktu menunjukkan pukul 08.00 WIB. Cuaca terlihat cerah. Hanan dan teman-temannya bergegas membereskan tenda. Mereka lalu bertemu dengan pendaki lain. “Saya senang sekali, saat lihat kalian, jika ada pendaki lain. Hati agak tenang,” ucap Hanan.

Mereka pun lalu tiba di puncak. Di sela-sela pertemuan dengan pendaki lain, Hanan sempat bertanya apakah mereka mendirikan tenda di sekitar hutan pinus? Mereka mengaku mendirikan tenda di dekat hutan pinus. Lalu Hanan juga menceritakan peristiwa yang menimpanya di hutan pinus. Selama perjalanan turun ke bawah, Hanan dan teman-temannya menyempatkan beristirahat di sekitar kuburan kuda. Lalu Hanan menyempatkan duduk sambil bersender ke pohon. Tiba-tiba Hanan kembali ke dalam alam bawah sadarnya. Dalam kondisi itu, Hanan melihat seorang wanita muda bersama seorang emas ganteng tengah mengobrol. Hanan yang dalam posisi keduanya, hanya bisa  terdiam dan menyaksikan percakapan keduanya. Hanya beberapa detik, Hanan lalu tersadar.

Lagi-lagi, begitu sadar, Hanan menyaksikan teman-temannya sedang mengelilingi dirinya. Menurut temannya, dia tak sadar selama 4 jam. Mirip seperti melamun, pandangan kosong. Namun saat itu tak ada yang berani mengganggu Hanan.

Hanan memutuskan tak langsung menceritakan apa yang dialaminya itu. Semua yang dia alami itu baru diceritakan saat tiba di rumah.

Yang paling diingat dirinya, hanya ucapan nenek-nenek yang melarang dirinya kembali ke Kampung Larangan Gunung Kendeng. seperti perjanjian, sejak kejadian itu hingga kini dia tak pernah kembali. Hingga tepat seratus hari sejak pulang acara napak tilas, Aku syok saat mendapat kabar, Hanan sakit dan meninggal dini hari tadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar