Selasa, 25 Oktober 2022

Misteri Hutan Geometri 9

Pantai Cuzco

Hasna, Husna, Saleem, Yasmin dan Sansan mendarat di bandara Cuzco setelah dua hari perjalanan. Dalam perjalanan menuju  Vila  di depan pantai Cuzco, mereka tampak asyik berbincang dan menikmati pemandangan di sepanjang jalan yang mereka lewati, hingga sampailah mereka di  Vila  yang telah di pesan dengan dua tenda yang sudah berdiri di halaman belakang  Vila  yang langsung terhubung dengan pantai Cuzco.

 

Maria, orang yang di utus Raja Eric untuk memenuhi segala kebutuhan mereka selama perjalanan kali ini, sekaligus menjadi pemandu bahasa dan wisata yang akan mereka lakukan ke Machu Picchu, menyambut Yasmin.

 

“Putri Yasmin, kini setelah sepuluh tahun lamanya, mengapa baru berlibur kemari lagi? Sesungguhnya ini adalah Vila milik sepupu Raja Eric, Tuan Geo, masih ingatkah kau dengan beliau?”

 

“Sebentar, apakah Paman Geometric yang memiliki Hutan Geometri di belakang Vila ini?”

 

“Yah kau benar, hanya sekarang Beliau tidak bisa menemuimu, dan menyuruhku untuk menemanimu.”

 

Yasmin memandang berkeliling, terlihat tidak ada perubahan sejak terakhir dahulu dengan Ayah dan Bunda ratu berkunjung.  di sana-sini tampak ranting-ranting patah berserakan, tanda bahwa tempat ini pernah dilanda angin ribut. Ada reruntuhan puri tua, tetap seperti biasa.

 

“Yuk, sudah waktunya makan sekarang!” kata Husna, ketika mereka berjalan kembali ke perkemahan. “Aduh perutku lapar sekali rasanya!”

 

“Meaoow!” gumam Sansan sambil mengibaskan ekor, untuk mengatakan bahwa ia juga lapar.

 

“perutku juga sudah minta diisi,” kata Saleem

 

Yasmin tidak mengatakan apa-apa. Ia berjalan agak lambat, pandangan matanya masih menatap laut, ia sangat mencintai laut.

 

“Aku ingin tahu,” gumam Hasna pelan, “Akankah kita mengalami sebuah misteri yang ada kaitannya dengan laut kali ini?”

 

“Jangan suka berangan-angan, Hasna,” sela Yasmin. “Kau berharap di gulung ombak menemukan harta karun? Sungguh kau pintar berkhayal.”

 

“Kau boleh menuduhku suka berkhayal kak, tapi entah mengapa, menurutku ada sebuah misteri yang harus kita lakukan di sini.”

---------------------

Sudah tiga hari mereka berkemah, cuaca sejuk selama itu.mereka bersenang-senang berenang, membuat menara pasir, berlari berkejaran melakukan permainan seru.

 

Bangun tidur, sarapan, mandi-mandi di pantai dilanjutkan di shower dalam Vila, salat, main perahu, malam hari mereka menyalakan api unggun, bermain gitar atau harmonica, Yasmin dan Hasna bernyanyi, main tebak-tebakan, atau adu ketangkasan. Selalu ada saja kesibukan mereka di sana.

 

Hari keempat terjadi perubahan.

 

“Wah!” seru Saleem, saat pagi hari ia muncul dari dalam bersama Yasmin. “Dinda Yasmin, coba lihat langit itu! Kurasa cuaca akan berubah!”

 

Husna baru saja kembali dari Musala, melaksanakan salat subuh. Ia ikut mendongak.

 

“Ya, memang,” katanya. “Lihat awan gelap yang bergulung-gulung dating dari arah barat. Dan matahari yang baru terbit, berwarna merah seperti udang rebus.

 

“Ya betul,” sambut Yasmin, “dan angin mulai kencang Kanda Saleem, tampaknya akan ada badai yang asyik.”

 

“Bagiku badai tak ada yang asyik Dinda Yasmin, sebaiknya kita pulang ke vila dan hubungi Maria. Ia kemarin berpesan agar segera menghubunginya jika terjadi sesuatu.” Ucap Saleem dengan nada khawatir.

 

“Kanda Saleem, Matahari masih bersinar. Nanti sajalah kalau mau masuk vila jika sudah turun hujan dan hawa dingin, lagian jaraknya juga dekat. Ya kan Sansan?” sanbung Yasmin, sambil memandang kucing kesayangannya.

 

“Meeaaoow!” ucap Sansan sambil mengibaskan ekor dan mengelus kaki Yasmin dengan kepalanya.

 

“Benar, kita bersenang-senang saja dahulu,” kata Hasna yang sedang melipat mukenanya dari dalam Tenda menyahut. “Kita renang sambil menyelam yuk? Yang menang dapat kulit kerang yang sudah kita kumpulkan kemarin.”

 

Demikianlah awal petualangan mereka. Karena jika mereka memutuskan pulang mereka takkan mengalami peristiwa ini.

 

Menjelang tengah hari, ketika anak-anak sudah puas bermian-main ke air barulah mereka menyadari jika matahari sudah tidak tampak, awan gelap menggumpal. Hujan mulai turun.

 

Mereka lari ke tenda, mengemasi barang-barang mereka, dan segera membawa kantung tidur dan koper mereka ke ruangan kayu bakar vila yang terdekat dari pantai. Meninggalkan tenda yang masih berdiri.

 

Dari dalam ruangan itu, tiba-tiba mereka dikagetkan dengan bunyi yang sangat keras, ombak masih menghantam tenda mereka. Bunyi itu sangat keras, seakan bangunan yang mereka tempati bergetar. Mereka memakai kantung tidur untuk menghangatkan tubuh mereka. Bunyi keras terdengar beruntun. Seperti ada sesuatu yang berat terbentur-bentur dekat tebing pantai.

         

 

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar