Hasna, Husna, Saleem, Yasmin
dan Sansan mendarat di bandara Cuzco setelah dua hari perjalanan. Dalam
perjalanan menuju Vila di depan pantai Cuzco, mereka tampak asyik
berbincang dan menikmati pemandangan di sepanjang jalan yang mereka lewati,
hingga sampailah mereka di Vila yang telah di pesan dengan dua tenda yang
sudah berdiri di halaman belakang Vila yang langsung terhubung dengan pantai Cuzco.
Maria,
orang yang di utus Raja Eric untuk memenuhi segala kebutuhan mereka selama
perjalanan kali ini, sekaligus menjadi pemandu bahasa dan wisata yang akan
mereka lakukan ke Machu Picchu, menyambut Yasmin.
“Putri
Yasmin, kini setelah sepuluh tahun lamanya, mengapa baru berlibur kemari lagi?
Sesungguhnya ini adalah Vila milik sepupu Raja Eric, Tuan Geo, masih ingatkah
kau dengan beliau?”
“Sebentar,
apakah Paman Geometric yang memiliki Hutan Geometri di belakang Vila ini?”
“Yah kau
benar, hanya sekarang Beliau tidak bisa menemuimu, dan menyuruhku untuk
menemanimu.”
Yasmin
memandang berkeliling, terlihat tidak ada perubahan sejak terakhir dahulu dengan
Ayah dan Bunda ratu berkunjung. di sana-sini
tampak ranting-ranting patah berserakan, tanda bahwa tempat ini pernah dilanda
angin ribut. Ada reruntuhan puri tua, tetap seperti biasa.
“Yuk,
sudah waktunya makan sekarang!” kata Husna, ketika mereka berjalan kembali ke
perkemahan. “Aduh perutku lapar sekali rasanya!”
“Meaoow!”
gumam Sansan sambil mengibaskan ekor, untuk mengatakan bahwa ia juga lapar.
“perutku
juga sudah minta diisi,” kata Saleem
Yasmin
tidak mengatakan apa-apa. Ia berjalan agak lambat, pandangan matanya masih
menatap laut, ia sangat mencintai laut.
“Aku ingin
tahu,” gumam Hasna pelan, “Akankah kita mengalami sebuah misteri yang ada
kaitannya dengan laut kali ini?”
“Jangan
suka berangan-angan, Hasna,” sela Yasmin. “Kau berharap di gulung ombak
menemukan harta karun? Sungguh kau pintar berkhayal.”
“Kau boleh
menuduhku suka berkhayal kak, tapi entah mengapa, menurutku ada sebuah misteri
yang harus kita lakukan di sini.”
---------------------
Sudah tiga
hari mereka berkemah, cuaca sejuk selama itu.mereka bersenang-senang berenang,
membuat menara pasir, berlari berkejaran melakukan permainan seru.
Bangun
tidur, sarapan, mandi-mandi di pantai dilanjutkan di shower dalam Vila, salat,
main perahu, malam hari mereka menyalakan api unggun, bermain gitar atau
harmonica, Yasmin dan Hasna bernyanyi, main tebak-tebakan, atau adu
ketangkasan. Selalu ada saja kesibukan mereka di sana.
Hari
keempat terjadi perubahan.
“Wah!”
seru Saleem, saat pagi hari ia muncul dari dalam bersama Yasmin. “Dinda Yasmin,
coba lihat langit itu! Kurasa cuaca akan berubah!”
Husna baru
saja kembali dari Musala, melaksanakan salat subuh. Ia ikut mendongak.
“Ya,
memang,” katanya. “Lihat awan gelap yang bergulung-gulung dating dari arah
barat. Dan matahari yang baru terbit, berwarna merah seperti udang rebus.
“Ya
betul,” sambut Yasmin, “dan angin mulai kencang Kanda Saleem, tampaknya akan ada
badai yang asyik.”
“Bagiku
badai tak ada yang asyik Dinda Yasmin, sebaiknya kita pulang ke vila dan hubungi
Maria. Ia kemarin berpesan agar segera menghubunginya jika terjadi sesuatu.”
Ucap Saleem dengan nada khawatir.
“Kanda
Saleem, Matahari masih bersinar. Nanti sajalah kalau mau masuk vila jika sudah
turun hujan dan hawa dingin, lagian jaraknya juga dekat. Ya kan Sansan?”
sanbung Yasmin, sambil memandang kucing kesayangannya.
“Meeaaoow!”
ucap Sansan sambil mengibaskan ekor dan mengelus kaki Yasmin dengan kepalanya.
“Benar,
kita bersenang-senang saja dahulu,” kata Hasna yang sedang melipat mukenanya
dari dalam Tenda menyahut. “Kita renang sambil menyelam yuk? Yang menang dapat
kulit kerang yang sudah kita kumpulkan kemarin.”
Demikianlah
awal petualangan mereka. Karena jika mereka memutuskan pulang mereka takkan
mengalami peristiwa ini.
Menjelang
tengah hari, ketika anak-anak sudah puas bermian-main ke air barulah mereka
menyadari jika matahari sudah tidak tampak, awan gelap menggumpal. Hujan mulai
turun.
Mereka
lari ke tenda, mengemasi barang-barang mereka, dan segera membawa kantung tidur
dan koper mereka ke ruangan kayu bakar vila yang terdekat dari pantai.
Meninggalkan tenda yang masih berdiri.
Dari dalam
ruangan itu, tiba-tiba mereka dikagetkan dengan bunyi yang sangat keras, ombak
masih menghantam tenda mereka. Bunyi itu sangat keras, seakan bangunan yang
mereka tempati bergetar. Mereka memakai kantung tidur untuk menghangatkan tubuh
mereka. Bunyi keras terdengar beruntun. Seperti ada sesuatu yang berat
terbentur-bentur dekat tebing pantai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar