ASMA dan Marwa sedang mengerjakan tugas kampus di kebun
bunga keluarga Marwa, ada bunga chamomile, dan dandelion yang sedang mekar.
Mereka sedang terpesona, memperhatikan bunga dandelion yang beterbangan tak
tentu arah saat tertiup angin, jatuh di berbagai tempat yang tidak terduga, ada
yang jatuh di atas rumput, sawah, laut, beberapa saat Asma berkata pada Marwa,
“Marwa, sini lihat, coba kau perhatikan bunga dandelion yang tertiup angin ini,
aku merasa kita sama dengan bunga dandelion, dia terjatuh di sembarang tempat,
tidak bisa memilih tempat jatuhnya, entah itu di atas makanan, di atas kotoran
atau di atas pesawat. Demikian juga kita manusia tak bisa memilih dilahirkan
dari keluarga miskin, atau keluarga konglomerat, kita juga tidak tahu masa
depan kita bagaimana? Siapa jodoh kita dll, kita hanya disuruh oleh Alloh untuk
ikhtiar dan berusaha, tetap Alloh yang menentukan jodoh, dan rezeki ki ... aww
sakit marwa, apaan sih! Kejam amat,” gerutu Asma, mengusap kepala yang diketuk
jari marwa.
“Tumben otak kamu mikir berat sejauh itu? Habis makan apa
tadi? Hihihi,” ucap marwa sambil terkikik.
“Makan kebab, mau? Biar otakmu lebih cerdas!” sungut Asma.
“Aku pulang dulu ya, mau kirim salam ngga? Buat kak Rayhan,” Asma senyam-senyum
sambil merapikan peralatan menulis yang masih bertebaran, untuk dimasukan ke dalam
tas.
“Jangan, dong, buat bunda saja ya? Jangan lupa
itu martabak bangka buat keluargamu ya, sudah aku taruh di motormu, hati-hati
di jalan.”
“Okaaay, Assalamuálaikum, daah Marwa”
“Waálaikumussalam warohmatulloh, bye Asma.”
*
ASMA MASIH duduk di bangku kuliah semester satu. Dia
mengingat Kakak Rayhan kesayangannya, selalu mengajak bermain bola di halaman
belakang, Kakak kandung satu-satunya. Beberapa bulan yang lalu, Asma sungguh
tidak menduga dengan Metamorfosis perilaku yang ada dalam diri Kak Rayhan.
Kakak Rayhan Abdurrahman, masih kuliah di Teknik Sipil UNJ
semester tujuh. dia seorang Kakak yang sangat baik, cerdas, periang dan tentu
saja tampan, Kakak Rayhanku yang keren juga sudah bisa membiayai kuliah sendiri
dari hasil mengajar privat untuk anak-anak SMA.
Sejak kecil Asma sangat dekat dengannya. Tidak ada rahasia
di antara kami. Kak Rayhan selalu mengajakku ke mana Kak Rayhan pergi. Kak
Rayhan yang menolong di saat Asma butuh pertolongan. Kak Rayhan yang menghibur
dan membujuk di saat Asma bersedih. Membawakan Camilan sepulang sekolah dan
mengajariku mengaji.
Saat memasuki usia dewasa kami semakin dekat. Jalan-jalan ke
pantai, nonton bioskop, main game, konser musik atau sekadar bercanda ria
bersama teman-teman. Kakak Rayhan yang humoris itu akan membuat humor santai
hingga Asma dan teman-teman tertawa. Dengan mobil kesayangan kak Rayhan,
berkeliling mengantar teman-teman pulang usai kami latihan futsal. Kadang kami
mampir dan makan dahulu di restoran lesehan favorit, atau bergembira ria di pantai.
Tidak ada yang tidak menyukai kak Rayhan, hampir semua yang
mengenalnya akan menyukai kehumblean kak Rayhanku.
"Kakak kamu itu keren habis, cute, macho dan humoris.
Masih single tidak sih? Aku mau loh jadi Ipar kamu?"
Asma cuma senyam-senyum saja. Bangga dong, punya kakak yang
jadi idola dan digandrungi sama teman-teman.
Pernah kutanyakan pada Kakak Rayhan mengapa dia belum punya
pacar. Apa jawabnya? "Kakak belum minat tuh! Kan lagi konsentrasi kuliah
dahulu. Lagian kalau Kakak pacaran, banyak anggaran. Waktu buat adik kakak yang
cantik ini berkurang loh. Banyak juga yang patah hati! Hihihi" kata Kakak
Rayhan, sambil beranjak berlari, saat melihat tanganku yang sudah siap
memberinya cubitan.
Kakak Rayhan dalam pandanganku adalah sosok lelaki idaman
yang ideal. Kakak Rayhanku yang sholih, sayang keluarga, pintar membetulkan
instalasi listrik jika ada yang rusak di rumah, pintar membetulkan motor yang
ngadat, bahkan pintar masak nasi goreng sama sayur asem kesukaannya, pokoknya
serba bisa segalanya deh, paket komplet dan hemat. Kakak Rayhan punya semacam
visi dan misi rancangan masa depan yang sudah disusun, tetapi tidak takut
menikmati hidup. Kakak Rayhan moderat tetapi tidak pernah meninggalkan salat!
Itulah my brother tersayang, Kakak Rayhan Abdurrahman!
Drastis sekali perubahannya, Bagaikan langit dan bumi,
apanya coba? Ya itu perilaku kak Rayhanku. Dan Asma seolah Tidak mengenal diri
Kak Rayhan yang baru. Asma sedih. Asma kehilangan. Kakak Rayhan yang
kubanggakan kini entah ke mana.
*
"Kakak Rayhan! Kakak!"
Tidak ada jawaban. Padahal kata mama kak Rayhan ada di
kamar. Kulihat stiker metalik di depan pintu kamar kak Rayhan. Tulisan
berbahasa arab gundul. Tidak bisa kubaca. tetapi Asma bisa membaca artinya:
Jangan masuk sebelum memberi salam!
"Assalaamuálaikuuum!" seruku, “Masya alloh macam
bertamu kerumah orang lain saja, masa dirumah sendiri, aku mesti beri salam”
gerutuku panjang pendek tak berkesudahan.
Pintu kamar terbuka dan kulihat senyum lembut Kakak Rayhan.
"Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakaatuh. Ada apa
Asma? Kok teriak seperti itu?" tanya kak Rayhan, tanpa merasa bersalah
sedikitpun.
"Pelankan suara HP kak Rayhan!" kataku sewot,
dengan bibir manyun lima mili meter.
"Adik kesayangan kakak, emang mengapa? Bagus loh
ini" jawab kak rayhan membela diri.
"Asma sebal bin benci bin jengkel mendengar suara HP
Kakak Rayhan! Memangnya kita orang Arab ...
masangnya kok lagu-lagu Arab begitu!" ucap Asma cemberut, sambil
menutup telinga dengan kedua tangan, mode ngambek dijalankan.
"Ini nasyid, Adik kesayangan. Bukan sekadar nyanyian
Arab tetapi zikir, Asma!" ujar kak Rayhan berusaha menjelaskan.
"Bodo amat, aku tidak suka kakak!" teriak Asma,
mukanya mulai memerah.
"Astaghfirulloh adik kesayangan lho, kamar ini kan
daerah pribadi Kakak. Boleh kan Kakak melakukan hal-hal yang Kakak sukai dan
Kakak anggap baik di kamar sendiri," kata Kakak Rayhan sabar. “Kemarin kak
Rayhan coba pasang musik ini di ruang keluarga, kamu ngga suka, jadinya ya, di
pasang di kamar."
“Tetapi kuping Asma terganggu Kakak! Lagi asyik dengerin
kaset Bruno mars yang baru..., eh tiba-tiba terdengar suara aneh kayak beginian
dari kamar Kakak!"
"Kakak kan pasang kasetnya pelan-pelan, Met..."
dalih kak Rayhan, masih mencoba merayu adik kesayangannya.
"Pokoknya masih kedengaran! Itu mengganggu ketentraman
dan melanggar Hak Asasi tetangga kamar loh, aku adukan kakak nanti," seru
Asma
"Ya, sudah. Kalau begitu Kakak ganti aja dengan nasyid
yang bahasa Indonesia atau bahasa Inggris.
Bagus juga lho!"
“Tidak boleh, pokoknya Asma tidak mau dengar!"
Takjub. Asma benar-benar tidak habis pikir mengapa selira
musik Kakak Rayhan jadi begitu berubah drastic, pakai banget. Ke mana
kaset-kaset Sheila ons Seven, Dewa 19, Elton John, Giginya? Saat aku tanyakan,
apa coba jawabannya?
"Wah, ini tidak seperti apa yang kau kira itu, Asma!
Lain lah ya dengan senandung nasyid Islami. Asma mau dengar tidak? Ambil saja
di kamar. Kakak punya banyak kok!" begitu kata Kakak Rayhan.
Hwadidaaaw!
Layaknya kepompong menjadi kupu-kupu, sebenarnya
Metamorfosis Kakak Rayhan tidak cuma satu. Jadi seperti pakai sulap, sim
salabim, berubah. Extreme Change malah! Walau Asma cuma ‘adik kecil
kesayangan’nya yang baru kelas dua SMA, Asma cukup jeli mengamati
Metamorfosis-Metamorfosis itu. Walau lumayan bingung untuk mencerna sosok baru
kak Rayhanku.
Pada satu sisi kuakui Kakak Rayhan tambah Shalih. salat
tepat waktu, berjama’ah di Masjid, lagak bicaranya macam ustaz, soal agama
terus. Awas nih, jika kuperhatikan, akhir-akhir ini nanti pasti muaranya ke
penampilan jeans belelku, males banget kan? "Ayo kan Asma, jadi lebih
tampak feminin. Kalau adik kesayangan kakak pakai rok atau baju panjang, Kakak
rela deh pakai kartu ATM kakak, buat belikan kamu rok atau baju panjang.
Muslimah kan harus anggun. Coba Adik kakak tersayang, ngapain sih rambut
dipendekin Begitu!"
Sebel banget kan? Padahal dahulu Kakak Rayhan fine-fine saja
melihat Style berpakaianku yang tomboy. Dia tahu Asma cuma punya dua rok! Ya
rok seragam sekolah OSIS sama Pramuka itu saja! Kakak Rayhan juga tidak pernah
keberatan kalau Asma meminjam kaus pendek atau kemejanya. dia sendiri dahulu
sering memanggilku Meto, bukan Asma! Eh,
sekarang pakai manggil Adik kakak tersayang segala, lebay banget kan, jadi
makin bete kan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar