Anak-anak tetap berkemah di hutan geometri yang berhadapan dengan Pantai Cuzco. Setiap pagi mereka menyeberang dengan perahu ke darat. Lalu dengan sepeda mereka menyusuri semua jalan yang besar maupun kecil di dekat hutan geometri. Mereka mencari tempat, yang sekiranya bisa dijadikan tempat menyembunyikan peti logam berisi emas berbatang-batang itu.
"Kita perlu bertindak dengan cepat," kata
Yasmin berulang-ulang.
"Awas Trio penjahat itu lari dengan membawa
peti berisi emas! Aku ingin selekas mungkin bisa membuktikan bahwa kita tidak
berbohong!"
Yasmin sebenarnya berharap bahwa Sansan akan bisa
menemukan jejak para penjahat, berkat penciumannya yang tajam. Tapi walau
kucing cerdik itu sudah disuruh mengendus ke mana-mana, hasilnya tetap sama.
Nol besar!
Padahal segala macam tempat sudah mereka datangi.
Bangunan-bangunan tua, lumbung-lumbung kosong, pondok-pondok terpencil di
tengah ladang pertanian, begitu pula gua-gua yang terdapat di sepanjang kaki
tebing yang membatasi pesisir daerah situ. Benar-benar menjengkelkan!
Keesokan harinya, tiba-tiba Saleem berseru sambil
berkata pada Yasmin, "Eh dinda, itu kan Alois! Yuk, kita ajak dia
makan."
Anak yang bernama Alois itu agak lamban. Tinggal
seorang diri, dalam sebuah pondok di tengah hutan. Tidak ada yang mengetahui
umurnya dengan pasti. Orang desa Vila Cuzco selalu menyapanya dengan panggilan
'Alois Lamban', tapi bukan dengan maksud mengejek. Orang umumnya sayang
padanya. Ia hidup dari uang yang diperoleh dengan jalan membantu-bantu di
sana-sini. Anak itu jujur, rajin, dan dapat dikatakan cekatan. la mau berteman
dengan siapa saja.
Hasna juga bersahabat dengan Alois. Setiap kali
berjumpa dengan anak itu, ia selalu memberi permen, atau kue-kue. Hasna tahu,
Alois sangat menyukai makanan yang enak-enak. "Hai, Alois!" serunya
memanggil dengan ramah. "Yuk, ikut piknik dengan kami!"
Alois datang menghampiri sambil tersenyum lebar.
Alois duduk bersila di rumput, banyak sekali makanan yang enak-enak di situ:
sosis, paha ayam goreng, tomat, buah-buahan segar, serta kue jahe.
Maria memang mengenal selera anak-anak!
Dengan sikap keibuan, Hasna meladeni Alois.
diisinya sebuah piring sampai penuh, lalu disodorkannya pada Alois.
"Ssss sedap!" kata Alois. Ia memang
gagap, kalau berbicara. Sambil tersenyum, anak yang tidak cerdas itu
menepuk-nepuk perutnya sendiri.
Saleem dan Husna ikut tersenyum, melihat anak itu
makan dengan lahap. Bahkan Yasmin pun sampai lupa sesaat bahwa mereka masih
belum berhasil melacak jejak emas yang lenyap dilarikan penjahat. Sansan
meloncat-loncat mengelilingi Alois sambil mengibas-ngibaskan ekor. Alois
mengelus-elus kepala kucing itu.
"Nah, apa saja pekerjaanmu saat ini,
Alois?" tanya Husna.
"Mmm membbbuat bbbbarangbarang" jawab
anak itu.
"Uuuuangku anyak."
"Syukurlah kalau begitu," kata Hasna
sambil tersenyum. "Jadi kau sekarang kaya, ya Alois?" Mata anak yang
agak lamban itu berkilat-kilat.
"0 yyya!" Ia memelankan suaranya,
berbicara dengan gaya hendak mengatakan suatu rahasia, Ada hhhharttta
dissssembunyikkkkan dalam ppppondokku!"
Saleem, Husna, dan juga Hasna tersenyum. Mereka
bersikap seakan-akan percaya. Tapi Yasmin tidak tertawa. Ia menatap Alois.
Jangan-jangan apa yang dikatakannya itu memang benar! Sementara itu anak-anak
sudah selesai makan. Hasna membereskan sisa-sisa, sedang Saleem mengibaskan
taplak. Tiba-tiba Yasmin berdiri.
"He, Alois katanya. "Katamu tadi, dalam
pondokmu ada harta. Bolehkah kami melihatnya?" Alois langsung bersikap
waspada. Yasmin melihat gelagat itu, lalu lekas-lekas menenangkan. "Kau
kan kenal kita, Alois!"
"0 ya, Aloisaku juga ingin melihat
hartamu," kata Hasna dengan segera, karena tahu apa sebetulnya yang ada
dalam pikiran Yasmin. "Maukah kau menunjukkannya pada kami?" Hasna
membimbing Alois, mengajaknya masuk ke hutan. Alois tertawa dengan malu-malu.
Tapi dibiarkannya saja tangannya dibimbing oleh
Hasna. Anak-anak yang lain mengikuti dan belakang. Pondok Alois terletak di
tempat lapang di tengah hutan, dinaungi pepohonan yang
ada di sekitarnya. Pondok itu dulu ditempati
seorang penebang, dan terbuat dari batangbatang pohon yang kuat. Alois membuka
pintu pondoknya, lalu menyilakan anak-anak masuk. Sikapnya sangat bangga.
Jantung Yasmin berdebar-debar. Firasatnya
mengatakan bahwa mereka akhirnya berhasil melacak jejak emas yangdisembunyikan
itu. Firasatnya ternyata tidak meleset! "Sss-sekarang" kata Alois
sambil membusungkan dada, "sssekarang kalian bbboleh memmmelihat
hhhhartaku!"
Alois menggeser tumpukan kayu kering itu ke
samping, lalu mengeluarkan sebuah vas tua dan retak yang tersembunyi di
bawahnya. Diangkatnya vas itu dengan kedua belah tangan, lalu diletakkannya
dengan sikap bangga di depan anak-anak. Alois merogohkan tangannya ke dalam vas
itu. Anak-anak yang lain menahan napas, karena tegang. Vas itu tidak mungkin
berisi seluruh emas batangan yang hilang. Tapi jika ada satu batang saja di
dalamnya, maka itu berarti bahwa mereka sudah menemukan satu petunjuk penting!
"Nnnahh, ini hhhartaku!"
Berturut-turut Alois mengeluarkan sebuah tombol
pegangan pintu dari tembaga, geretan bekas, dua buah kancing kuningan bekas
pakaian seragam militer – serta sumbat botol yang terbuat dar gelas berwarna!
Anak-anak sangat kecewa. Tapi mereka tidak mau
menyakiti perasaan Alois. Karenanya mereka masih memuji-muji 'harta' Alois
sebentar. Setelah itu mereka pergi. Begitu berada di luar pondok, Yasmin
mengeluh dalam-dalam.
"Lagi-lagi meleset! Benar-benar mengecewakan,
buangbuag waktu dan tenaga" gerutu Yasmin.
"Sudahlah, jangan terlalu sedih!" kata
Husna. "Kan masih ada bekas tempat pembakaran yang belum kita periksa!
Siapa tahu, mungkin kita akan menemukan apa-apa di sana!"
Tapi mereka tidak menemukan apa-apa di tempat.
Begitu pula di bekas-bekas gereja tua, yang mereka datangi setelah itu. Setelah
itu masih dua hari lagi mereka melanjutkan pencarian di sekitar Vila Cuzco.
Hasilnya nihil.
Pagi hari, anak-anak pergi ke Hutan geometri.
Mereka hendak membeli bekal makanan lagi, karena persediaan di pulau sudah
hampir habis. Dan kebetulan hari itu sedang ada pasar di desa. Alois biasanya
mereka jumpai di sana, membantu para penjual memasang tenda, atau
menawar-nawarkan mentega dan telur. Tapi hari itu Alois tidak kelihatan.
"Jangan-jangan sakit," kata Hasna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar