Selasa, 25 Oktober 2022

Misteri Hutan Geometri 26

 Ups, hampir ketahuan!

 

"Maksudmu, kita memindahkan semuanya dari peti-peti batu ini?" kata Husna. "Itu gagasan yang baik! Tapi lalu kita sembunyikan di mana?"

 

Yasmin langsung mendapat akal.

 

"Kita angkut ke parit terdekat. Cepat!" seru Yasmin. "Di sana karung-karung kita timbun dengan tanah! Trio penjahat itu nanti takkan mengira bahwa hasil rampokan mereka kita sembunyikan begitu dekat!"

 

Ketiga saudara sepupunya langsung setuju.

 

"Ayo – bismillah,kita lakukan saja sekarang!" kata Saleem. Beberapa saat kemudian keempat sekawan itu sudah sibuk bekerja. Mereka menyeret ketiga karung berat itu ke salah satu parit dalam yang ada di dekat situ.  Setelah itu dilakukan, mereka tinggal menimbuni dengan tanah yang teronggok di tepi parit lalu menghapus bekas-bekas yang nampak.

 

"Sekarang tinggal menggeser tutup peti-peti kembali ke tempat semula" kata Yasmin. "Ayo, cepat-cepat saja kita lakukan!" kata Hasna dengan kecut. "Perasaanku tidak enak!" "Aku juga" kata Saleem mengaku. "Jadi mereka takkan memerlukan waktu lama untuk sampai di sini, jika naik mobil."

 

Tidak lama kemudian tutup ketiga peti makam dari batu itu sudah dikembalikan ke posisi semula. Kini tidak tampak lagi bahwa peti-peti itu pernah dibuka.

 

"Sekarang kita cepat-cepat kembali ke desa!" kata Yasmin.

 

Namun kemudian terjadi sesuatu yang luar biasa Yasmin mulai melangkah mendahului ketiga saudaranya, mengarah ke jalan yang menuju desa. Tapi Sansan merintangi. Kucing itu menggeram-geram pelan, sambil pura-pura hendak menggigit pergelangan kaki tuannya. Yasmin tertegun. Dipandangnya Sansan dengan heran.

 

"Kenapa kau tahu-tahu begini sama Yasmin, Sansan," gumam Saleem.

 

“Kenapa aku tidak boleh lewat?" seru Yasmin.

 

Sansan menarik-narik tangan Yasmin, berusaha memaksanya agar kembali.

 

"Sansan tidak menghendaki kita pergi ke desa," kata Husna dengan nada heran.

 

Sansan melepaskan tangan tuannya, menuju arah yang berlawanan. Ia menoleh belakang, untuk melihat apakah Yasmin mengikutinya.

 

"Coba kita turuti saja kemauannya" kata Yasmin. Begitu melihat bahwa empat sekawan mengikuti, dengan segera kucing cerdik itu melesat lari, masuk ke dalam semak lebat. Empat sekawan lari mengikuti, dengan perasaan ingin tahu. Mereka menjumpai Sansan dalam keadaan merunduk di tengah semak, menunggu mereka. Tapi saat itu juga mereka mendengar deru mesin kendaraan yang sangat berisik.

 

"Ada orang datang dari arah desa," kata Saleem. "Kalau mendengar bunyinya, datangnya dengan kendaraan bobrok! Dan Sansan mendengar bunyi itu tadi, jauh lebih dulu daripada kita!"

 

"Kurasa ada alasannya, kenapa Sansan begitu tadi," gumam Yasmin. Ia mengintip dari sela-sela semak. Husna ikut mengintip, lalu bersiul pelan.

 

"Wah, masya alloh - itu kan Ibra dan Yakub!"

 

"Cuma kendaraan itu saja yang bisa mereka peroleh, untuk mengangkut batang-batang emas mereka," bisik Saleem.

 

"Batang-batang emas yang mana?" balas Husna berbisik, sambil menahan tertawa.

 

"Sssst!" desis Yasmin. "Sekarang bukan waktunya berkelakar! Kita nyaris saja menyongsong mereka - kalau tidak ada Sansan! Bayangkan, kalau itu terjadi tadi. Huh, gawat! Dan kini, jika melihat bahwa emas yang disembunyikan itu lenyap, mereka pasti akan langsung mencari-cari! Dan kita yang akan mereka temukan nanti, jika kita tidak lekas-lekas pergi dari sini!"

 

"Tapi mau pergi ke mana?" tanya Hasna dengan cemas.

 

Yasmin menuding ke arah gereja dekat dengan area Macchu Pichu itu.

 

"Kita bersembunyi di atas menara lonceng!" katanya. Kalau mereka nanti memutuskan untuk naik ke sana - nah, itu baru qodarulloh namanya!"

 

"Lagi pula, dari atas kita bisa melihat apa yang mereka lakukan," kata Saleem.

 

Seluruh kompleks, hanya bangunan gereja saja yang seluruhnya sudah dipugar. Ketika sampai di ujung alas tangga, mereka melihat bahwa di puncak menara ada sebuah lonceng yang indah, terbuat dari perunggu. Husna mengintip ke luar dengan berhati-hati, lewat lubang jendela yang ada di ruang lonceng.

 

Trio penjahat pasti akan sangat marah, jika melihat bahwa emas mereka lenyap!

 

Di bawah, kedua penjahat sudah berhasil mengangkat tutup peti makam pertama, dan kini keduanya menjenguk ke dalam. Selama sesaat, tidak terjadi apa-apa. Hanya kesunyian saja yang mencekam. Tapi detik berikutnya, kemarahan kedua penjahat itu seakan-akan meledak! Empat sekawan yang berada di atas menara, mendengar suara mereka.

 

"Mustahil!" teriak Ibra. "Jangan-jangan kita membuka peti yang keliru," kata Yakub, setelah agak pulih dari kekagetannya. "Coba kita periksa!"

 

Dan setiap kali mengangkat, terdengar teriakan marah mereka. Hasna gemetar ketakutan mendengarnya. Akhirnya kedua penjahat itu terpaksa menerima kenyataan.

 

"Kita dirampok!" teriak Ibra dengan sengit. Ia lupa, bahwa ialah sebenarnya yang perampok.

 

"Siapakah yang mungkin melakukannya?"

 

"Pasti empat sekawan sialan itu lagi!" tukas Yakub. Mula-mula mereka nyaris saja berhasil mendahului kita mengambil emas kita dari dalam kapal karam, lalu setelah itu menghalang-halangi kita di pulau, dan kemudian melacak jejak kita sampai ke pondok Alois! Harus diakui, mereka memang empat sekawan yang cerdas!"

 

"Kau benar!  Bagaimana cara mereka mengangkut emas sebanyak itu ya!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar