Kegundahan Pangeran Saleem (Part 2)
Seperti orang
kelelahan dan tidak tidur bermalam-malam, Pangeran Saleem pun langsung terlelap beberapa saat setelah
naik ke ranjangnya.
Seekor
kucing tengadah di atap istana. Langit penuh bintang malam itu. Bulan bersinar
terang. Lalu dengan langkah anggun kucing itu berjalan dan menerobos jendela
kamar Pangeran Saleem selalu tidak dikunci itu. Kucing itu mengelus-elus kaki Pangeran
Saleem dengan ekornya panjang dan lembut. Beberapa saat kemudian, kucing itu
mencakar pelan telapak kaki Pangeran Saleem. Pangeran Saleem pun terbangun dan
melihat seorang kakek duduk di sisi ranjangnya.
Pangeran
Saleem kaget, namun tidak terlintas takut sedikit pun di hatinya. Wajah Kakek itu
lembut, menyejukkan dan berkharisma.
“Siapa
gerangan engkau, wahai kakek? Bagaimana engkau bisa masuk ke kamarku?” tanya Pangeran
Saleem.
Kakek itu tersenyum. “Jangan bertanya. Dan tak perlu Pangeran
tahu siapa aku,” ujar Kakek.
“Jadi
apa yang membuat engkau menemuiku?”
“Kegelisahanmu,
keinginanmu. Itulah yang membawa aku menemuimu, Pangeran.”
Pangeran
Saleem terdiam.
Kakek kembali berkata,”Dengarlah, Pangeran. Jika memang
keinginanmu kuat menemukan Hasna
dan Husna, pergilah ke
pantai di dekat rumah Paman
Al Jabbar dekat Istana Laknati.
Di depan rumah Paman Al Jabbar itu ada pohon Kelapa Gading. Di sana
sering turun para putri kayangan berwujud burung Hantu.... Pergilah, mintalah agar kau bisa
dipertemukan dengan Husna dan Hasna....”
Sedetik
kemudian, Kakek menghilang.
Pangeran
Saleem terbangun. Tak ada Kakek. Tak ada lagi
kucing. Pangeran Saleem sadar bahwa dia telah bermimpi. Mimpi itu serasa
begitu nyata. Pangeran Saleem yakin mimpi itu memberikan pesan untuknya. Pesan
yang harus dijalaninya jika dia memang ingin bertemu Husna dan Hasna.
Keesokan harinya, Pangeran Saleem menghadap
Ayah dan Bunda. Dia menceritakan mimpi itu. Sama seperti pendapat
Pangeran Saleem, Ayahanda Raja Eric dan Ibunda
Permaisuri juga menilai mimpi itu adalah sebuah pesan.
“Jika memang kau ingin menemukan Husna
dan Hasna, ikutilah pesan itu,” ucap Ayahanda Raja.
Setelah mendapat restu, Pangeran Saleem pun
pergi menuju rumah Paman Al Jabbar yang ada di
antara hutan dan pinggiran pantai,
bersebelahan dengan Istana Laknati. Tidak lupa
membawa sangkar untuk tempat burung yang akan ditemuinya.
Bukanlah hal sulit
menemukan rumah yang di depannya ada pohon Kelapa
Gading itu. Tanpa memakan banyak waktu,
dia menemukan tempat yang dikatakan Kakek. Pangeran Saleem berhenti di dekat
pohon Kelapa Gading yang tumbuh di depan sebuah rumah di
pinggir pantai.
Pangeran Saleem memandang sekeliling.
Dia berpikir, burung Hantu itu tidak akan mau turun jika melihatnya. Dia
harus mencari tempat persembunyian. Tentu saja persembunyian itu tidak boleh
jauh dari pohon Kelapa Gading. Tetapi di mana? Tak ada tempat tertutup di
sini.
Sebuah ide menerangi pikirannya. Pangeran
Saleem pun membuat sebuah tempat persembunyian dari pasir. Dengan sepenuh hati Pangeran
Saleem mulai menimbun badan sendiri dengan
pasir dan dibantu Habeel menutupi wajahnya dengan
tempurung kelapa. Habeel berlalu setelah membantu. Pangeran
Saleem berdiam dalam penantian. Sabar dan sabar.
Setelah hampir tertidur, yang dinanti pun
tiba. Sekumpulan burung Hantu yang bertubuh dan bersayap indah tampak melayang
di langit. Burung-burung mengitari pohon
Kelapa Gading. Kepala burung-burung yang indah
bergerak menoleh ke berbagai arah membuat pemandangan menjadi
indah dan lucu.
Pangeran Saleem mengatur nafas. Pangeran
tidak ingin burung-burung itu mengetahui keberadaannya di pantai ini. Burung-burung
menjejakkan kakinya ke pohon Kelapa Gading. Terbang dari satu dahan ke dahan
lain. Dari balik tempurung kelapa, Pangeran Saleem menghitung jumlah burung Hantu
itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar