Selasa, 25 Oktober 2022

Misteri Hutan Geometri 20

 Husna dan Saleem menarik daun pintu dari jendela, karena mungkin saja bisa dibuka dengan paksa. Tapi ternyata tidak bisa. Sementara itu Hasna berusaha menenangkan Alois.

 

"Sudahlah, Alois - kau tidak perlu takut lagi sekarang," kata Hasna dengan suara lembut.

 

"Mereka itu tadi orang jahat! Tapi harta milikmu tidak mereka ambil kan" Hartamu masih ada, di bawah tumpukan kayu bakar. Sebentar lagi kau pasti akan merasa enak lagi. Nanti jika kami sudah keluar dari sini, akan kami minta pada Pak Dokter agar datang memeriksamu lagi."

 

"Kalau kita bisa keluar dan sini!" gumam Yasmin. Ia pergi membantu Husna dan Saleem.

 

"Itu tak segampang mengatakannya. Papan-papan tadi rupanya dipaku kuatkuat! Kita takkan mungkin bisa mendobrak pintu atau jendela!"

 

Tapi mereka hanya menemukan sebatang besi yang sudah berkarat, yang rupanya dulu dipakai untuk mengorekngorek arang di pendiangan. ""Astaghfirulloh!" seru Husna dengan jengkel. Dibantingnya batang besi itu ke tanah.

 

"Besi sekecil ini takkan ada gunanya bagi kita!"

 

"Eh - tunggu dulu!" kata Yasmin. Dipungutnya besi yang dicampakkan oleh Husna.

 

"Aku punya akal. Besi ini bisa kita pakai untuk mengorek tanah di bawah daun pintu. Lalu jika lubang yang terjadi sudah cukup besar, kita akan bisa menyusup keluar lewat situ.

 

"Yah - bisa saja kita mencobanya," kata Saleem. Ia mulai menggali tanah di bawah pintu dengan besi yang diambilnya dan Yasmin. Ternyata tanah di bawah pintu tidak begitu keras, sehingga dapat dengan mudah digali. Husna dan Yasmin menggali dengan tangan, sedang Hasna sibuk memindahkan tanah bekas galian ke tengah pondok. Tiba-tiba Sansan mendesak Yasmin ke samping dengan kepalanya, lalu mulai menggali dengan kedua kaki depannya!

 

Gelak Yasmin terlepas melihat perbuatannya."Bagus, San! Kau cepat mengerti!"

 

"Meong!" suara Sansan sekali, tanpa berhenti menggali.

 

"Kau ini kucing paling pintar di dunia, ya?"

 

"Meong!" suara Sansan dengan nada yakin, Mereka tertawa. Akhirnya Alois ketularan, lalu ikut tertawa pula. Sansan merasa bahwa ada salah satu perbuatannya yang menyebabkan empat sekawan tertawa. Ia pun mulai membadut.

 

Empat sekawan hanya memandang saja sambil tertawa-tawa, sementara Sansan menggali dan

menghamburkan tanah ke mana-mana. Kalau ia begitu terus, dalam beberapa menit saja mereka akan sudah bisa keluar!

 

Tapi tiba-tiba Sansan berhenti menggali. Tapi bukan karena mau iseng. Ia keluar dari lubang galiannya, lalu mendatangi Yasmin dengan sikap lesu.

 

"Ada apa, San?" tanya Husna. "Capek, ya" Tidak aneh, karena kau begitu rajin menggali!"

 

"Aduh - pantas ia tidak menggali lagi," keluhnya. "Di bawah sini ada batu cadas."

 

"Qodarulloh ya" batin Saleem.

 

"Nanti dulu, jangan terlalu lekas putus asa!" kata Yasmin. "Kita teruskan saja menggali, tapi kini mendatar! Terowongannya nanti memang akan terlalu sempit untuk kita, tapi kurasa Sansan bisa lewat!"

 

"Lalu?" kata Husna. 

 

"Pakai otakmu, Husna!" kata Hasna menyela. Rupanya Ia sudah menangkap niat Yasmin.

 

"Bawakan pesan via Sansan!" kata Yasmin. "Pasti pamanku akan dengan segera datang untuk menyelamatkan kita!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar