Husna dan Saleem menarik daun pintu dari jendela, karena mungkin saja bisa dibuka dengan paksa. Tapi ternyata tidak bisa. Sementara itu Hasna berusaha menenangkan Alois.
"Sudahlah, Alois - kau tidak perlu takut lagi
sekarang," kata Hasna dengan suara lembut.
"Mereka itu tadi orang jahat! Tapi harta
milikmu tidak mereka ambil kan" Hartamu masih ada, di bawah tumpukan kayu
bakar. Sebentar lagi kau pasti akan merasa enak lagi. Nanti jika kami sudah
keluar dari sini, akan kami minta pada Pak Dokter agar datang memeriksamu
lagi."
"Kalau kita bisa keluar dan sini!" gumam
Yasmin. Ia pergi membantu Husna dan Saleem.
"Itu tak segampang mengatakannya. Papan-papan
tadi rupanya dipaku kuatkuat! Kita takkan mungkin bisa mendobrak pintu atau
jendela!"
Tapi mereka hanya menemukan sebatang besi yang
sudah berkarat, yang rupanya dulu dipakai untuk mengorekngorek arang di
pendiangan. ""Astaghfirulloh!" seru Husna dengan jengkel. Dibantingnya
batang besi itu ke tanah.
"Besi sekecil ini takkan ada gunanya bagi
kita!"
"Eh - tunggu dulu!" kata Yasmin.
Dipungutnya besi yang dicampakkan oleh Husna.
"Aku punya akal. Besi ini bisa kita pakai
untuk mengorek tanah di bawah daun pintu. Lalu jika lubang yang terjadi sudah
cukup besar, kita akan bisa menyusup keluar lewat situ.
"Yah - bisa saja kita mencobanya," kata
Saleem. Ia mulai menggali tanah di bawah pintu dengan besi yang diambilnya dan
Yasmin. Ternyata tanah di bawah pintu tidak begitu keras, sehingga dapat dengan
mudah digali. Husna dan Yasmin menggali dengan tangan, sedang Hasna sibuk
memindahkan tanah bekas galian ke tengah pondok. Tiba-tiba Sansan mendesak
Yasmin ke samping dengan kepalanya, lalu mulai menggali dengan kedua kaki
depannya!
Gelak Yasmin terlepas melihat
perbuatannya."Bagus, San! Kau cepat mengerti!"
"Meong!" suara Sansan sekali, tanpa
berhenti menggali.
"Kau ini kucing paling pintar di dunia,
ya?"
"Meong!" suara Sansan dengan nada yakin,
Mereka tertawa. Akhirnya Alois ketularan, lalu ikut tertawa pula. Sansan merasa
bahwa ada salah satu perbuatannya yang menyebabkan empat sekawan tertawa. Ia
pun mulai membadut.
Empat sekawan hanya memandang saja sambil
tertawa-tawa, sementara Sansan menggali dan
menghamburkan tanah ke mana-mana. Kalau ia begitu
terus, dalam beberapa menit saja mereka akan sudah bisa keluar!
Tapi tiba-tiba Sansan berhenti menggali. Tapi
bukan karena mau iseng. Ia keluar dari lubang galiannya, lalu mendatangi Yasmin
dengan sikap lesu.
"Ada apa, San?" tanya Husna.
"Capek, ya" Tidak aneh, karena kau begitu rajin menggali!"
"Aduh - pantas ia tidak menggali lagi,"
keluhnya. "Di bawah sini ada batu cadas."
"Qodarulloh ya" batin Saleem.
"Nanti dulu, jangan terlalu lekas putus asa!"
kata Yasmin. "Kita teruskan saja menggali, tapi kini mendatar!
Terowongannya nanti memang akan terlalu sempit untuk kita, tapi kurasa Sansan
bisa lewat!"
"Lalu?" kata Husna.
"Pakai otakmu, Husna!" kata Hasna
menyela. Rupanya Ia sudah menangkap niat Yasmin.
"Bawakan pesan via Sansan!" kata Yasmin.
"Pasti pamanku akan dengan segera datang untuk menyelamatkan kita!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar